19.12.10

nyetir sendiri vs naik angkot

Bandung, kini sudah tidak ada bedanya dengan Jakarta dalam hal macet. Sepertinya semua orang ketika membawa kendaraannya sendiri berubah tiba-tiba menjadi sosok emosional dan egois. Tidak mau mengantri dan ingin berada dalam barisan depan bagaimana pun caranya. Yang penting selamat dan sampai dengan cepat walaupun cara yang ditempuh mengundang bahaya dan melanggar aturan.

Aku, setiap hari berangkat kerja lebih memilih dengan naik angkot. Dengan alasan, mengurangi kemacetan. 
Naik angkot memang membutuhkan perhitungan waktu yang sangat cerdas. Karena angkot jaman sekarang hobinya ngetem sana-sini, atau berjalan hanya dalam kecepatan 10 km/jam! Kalau boleh egois, aku bisa saja belajar naik motor dan beli motor. Lebih cepat, lebih irit. Tapi aku berpikir, semakin banyak jumlah motor di Bandung bukan menjadi solusi kemacetan, bahkan justru akan membuat bahan bakar lebih banyak keluar untuk dijual. Padahal bahan bakar sekarang ini sudah semakin menipis jumlahnya.

Sekali waktu aku pergi kerja dengan mengendarai mobil, karena barang bawaan yang sangat banyak. Tapi sungguh benar-benar membuat mingguku penuh emosi. Selama seminggu aku pergi dengan menyetir sendiri dan makin menyadari tidak ada lagi celah jalanan di kota Bandung yang tidak macet! Ke arah manapun aku memilih jalan, di sana juga aku terjebak kemacetan yang sangat parah. Selain macet, jalan yang aku lalui seperti lintasan offroad, berlubang semua. Atau jika hujan turun, pasti banjir. Aku harus berjuang berkali-kali lipat dengan mobil sedan. Sekarang, mengendarai mobil sendiri menjadi sangat teramat boros. Ya boros waktu, boros bahan bakar, boros tenaga juga menguras emosi.

Suatu pagi, aku sempat merekam kemacetan di salah satu jalanan Bandung. Dalam pasrah karena yakin akan datang terlambat di tempat kerja, aku menjadi saksi keegoisan para pengendara yang tidak mau antri dan mengambil jalur yang bukan haknya.

Motor-motor yang mengambil jalur kanan ketika mobil mengantri untuk bisa maju. Bahkan ada yang naik ke trotoar untuk pejalan kaki.

 Akhirnya motor memenuhi jalur kanan jalan.

Akhirnya motor-motor memotong jalurku di sebelah kiri.

Saat aku terjebak macet, ada seorang bapak pengendara motor yang jatuh tepat di sebelah kanan mobilku karena ia masuk ke dalam lubang. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan cukup tinggi untuk masuk ke jalur kanan hingga tidak sempat menghindari lubang. Ingin cepat tapi tidak mempedulikan keselamatan.

Cara memperoleh kendaraan dengan sangat mudah sekarang ini makin memperparah keadaan lalu lintas kota Bandung dan juga kota-kota besar lainnya. Aku hanya berkhayal dan berandai-andai agar penjualan kendaraan bisa dibatasi, tidak semudah membeli gorengan dan memperbaiki fasilitas kendaraan umum agar orang-orang tidak gengsi untuk beralih bepergian dengan menggunakan angkutan umum seperti angkot atau bis kota. Selain perbaikan jalan yang terus dilakukan tapi hanya bisa bertahan beberapa saat, sepertinya akan lebih baik memperbaiki saluran air lebih dulu. Jadi, ketika hujan turun, air tidak akan menggenang dan mengubah jalanan menjadi sungai yang bisa merusak jalan.

Semoga andai-andaiku menjadi nyata. Demi Bandung lebih nyaman.







5 comments:

Agaga Dewangga said...

kalo penjualan motor dikurangi berarti pendapatan negera berkurang, kalo pendapatan berkurang banyak yang di phk dan banyak yang jadi pengangguran dan solusinya kalo seperti itu kan bingung. sekarang sih cara antisipasinya cuma satu bikin transportasi umum yang bagus, kayak monorel ke, gpp mahal juga yang penting nyaman. hihihi...mimpi kali ya

Slamet Riyadi said...

menengok dari pendapat sodara agaga diatas... kenapa yg dipikirkan cuma pendapatan saja? sedangkan korban kecelakaan kaya gini semakin bertambah terus

kita tengok saja negara jepang, mereka lebih memilih angkot, itu mungkin karena sarana transportasi umum sangat mudah dan murah.. dan untuk mendapatkan SIM dijepang itu sangat susah dan mahal.
sedangkan kita lebiih memilih motor sendiri karena transportasi di kita belum memadai, dan harga untuk mendapatkan SIM sangat mudah dan murah...

untuk denda tilang sajapun dinilai sangat murah, itu menyebabkan banyak sekali pelanggaran aturan lalulintas..

(eh kok malah curhat hehee)

hotarukika said...

ehehehe... aa, itu si agaga dah 3 taun di jepang. jd gimana ga?

yuks mari budayakan naik angkot sajaaaaa ;)

Agaga Dewangga said...

untuk aa slamdunk:
betul sekali memang salah kalo hanya melihat dari satu sisi saja, tiap negara memang beda. jepang dengan budayana dan indonesia dengan aneka buadyanya juga.
kl melihat kondisi seperti sekarang memang sulit untuk bilang siapa yang salah, karena semua nya sangat komplek.
kecelakaan yang terjadi salah siapa, coba saja ditarik rantai awal permasalahan nya pasti akan sulit untuk bilang salah karena saya pikir semua elemen saling berkaitan.
maka saya ingat, bahwa semua nya bisa berubah dari kita sendiri (gampang sih ya bilang nya, sulit untuk melakukannya termasuk saya).
jadi kesimpulan nya mari kita berdoa semoga dikemudian hari menjadi lebih baik lagi. amiiiin....
kuk: hayu kuk dan mudah2an pelayanan tranportasi kita nanti lebih baik lagi. hee

hotarukika said...

setuju anggaaaaaa ;) mari budayakan naik angkot...